AEROSEEDING

Perubahan Iklim Global (Global Climate Change) saat ini sedang ditanggapi serius oleh semua pemimpin dunia. Dari hasil pertemuannya di Nusa Dua Bali disimpulkan bahwa penyebabnya adalah Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan Global sendiri salah satu penyebabnya adalah “Greenhouse Effect” (Efek Rumah Kaca). Efek rumah kaca terjadi karena naiknya konsentrasi gas CO2 dan gas-gas lainya di atmosfer akibat kenaikan pembakaran bahan minyak (BBM), batu bara dan bahan lainya yang melampaui kemampuan dari tumbuh-tumbuhan dan hutan untuk mengabsorbsinya. Hal ini terjadi karena kondisi dari sebagian besar hutan di Indonesia mengalami kerusakan sehingga sudah tidak berfungsi lagi sebagai paru-paru pembersih udara. ( Dikutip dari MenLH.go.id. Efek Rumah Kaca). Luas hutan di Indonesia setiap tahun terus berkurang. Bahkan laju pengurangan luas hutan tersebut saat ini mencapai 2 juta hektar per tahun. Angka tersebut jauh di atas tahun-tahun sebelumnya.Angka deforestri yang selama ini dakui oleh berbagai pihak dan masih diterima berkisar antara 0,6 - 1,3 juta hektar/tahun. Sedangkan angka di Indonesia jauh lebih tinggi dari ambang batas itu.

Teknologi baru disiapkan untuk merehabilitasi kawasan hutan di area yang sulit terjangkau. Teknologi itu adalah aeroseeding yang menyebar benih dengan memanfaatkan pesawat udara, cara yang disebut meniru yang sudah terjadi secara alami di alam. Menanami lahan kritis tak harus menggali tanah dan memendam bibit. Untuk melakukan reboisasi di lahan yang sulit dijangkau (remote area), Departemen Kehutanan punya cara tersendiri. "Persebaran benih dilakukan lewat udara dengan teknik aeroseeding," kata Menteri Kehutanan, MS Kaban usai menemui Wakil Presiden, Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden, Kamis Februari 2009. Teknik ini, kata Kaban, sudah terbukti di Nganjuk, Jawa Timur di lahan seluas 350 meter persegi. Kaban mengatakan simulasi dilakukan dalam tiga petak lahan terjal. Dalam sekali persebaran, disebar 4 ton bibit. "Hasilnya telah tumbuh dan berkembang 22 batang pohon sengon buto," kata Kaban. Selanjutnya, Departemen Kehutanan akan melakukan reboisasi di wilayah selain Jawa Timur, antara lain di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. "Ini merupakan daerah yang sangat remote," ujar Kaban.
Dana sebesar Rp100 miliar pun disiapkan. Pemerintah rupanya gatal juga dengan masih luasnya lahan kritis. Berbagai upaya yang selama ini digelar memang berhasil meredam percepatan degradasi lahan. Namun, lahan kritis rupanya masih terlalu luas. Berdasarkan catatan Departemen Kehutanan, luas lahan kritis masih sekitar 59 juta juta hektare (ha) dengan laju degradasi tahun 2000-2007 seluas 1,18 juta ha/tahun, masih perlu upaya ekstra untuk menjawab tantangan tersebut. Bahkan, Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) serta berbagai kampanye menanam dan sejumlah jurus yang sudah dikeluarkan masih dianggap belum cukup. Kini, pemerintah siap meluncurkan jurus terakhir untuk merehabilitasi hutan dan lahan.

Menteri Kehutanan MS Kaban menyatakan, berbagai jurus harus dikeluarkan untuk merehabilitasi hutan dan lahan yang terdegradasi. “Aeroseeding adalah jurus yang kini dipersiapkan untuk mempercepat rehabilitasi hutan dan lahan kritis,” kata Kaban disela kegiatan penanaman dalam Rangka Hari Bakti Rimbawan ke-26 di kawasan hutan Perum Perhutani, Purwakarta, Jawa Barat pekan lalu. Ditanya kenapa metode itu dipakai, menurut MS Kaban karena jangkauannya luas.Termasuk daerah yang sulit sekalipun. Selain itu waktu penyebarannya lebih cepat. Metode itu sebelumnya sudah diuji coba di Kab.Nganjuk, Jatim diatas lahan seluas 3 petak atau 350 meter persegi yang ditanami bibit lewat udara, dan ternyata hasilnya tumbuh 22 pohon.
Aeroseeding adalah teknologi penyebaran benih di lahan kritis melalui pesawat udara. Konsep teknologi ini mirip dengan yang terjadi untuk penyebaran benih secara alami melalui udara. Hanya saja, untuk menyebar benih nantinya, pesawat yang digunakan adalah helikopter, sehingga mudah menjangkau areal hutan dan lahan kritis di remote area (kawasan pedalaman dan terpencil).

Menurut Kaban, sebagai sebuah teknologi baru, aeroseeding belum banyak digunakan oleh negara-negara lain. Bahkan, Kaban berani mengklaim kalau Indonesia adalah yang terdepan dalam penerapan aeroseeding. “Bila perlu negara-negara lain yang belajar dengan kita,” kata dia mantap.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan Tachrir Fatoni menjelaskan, teknologi aeroseeding sudah diujicoba di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Di lokasi tersebut disebar benih trembesi (Albizia saman) dan sengon buto (Enterolubium cyclocarpum). Ujicoba dilakukan dengan memanfaat-kan pesawat TNI Angkatan Udara. Sebelum mulai menyebar benih, dilakukan Tahap Observasi dengan survey udara dan pengambilan data berupa foto udara vertikal dan video streaming. Dari data yang diperoleh kemudian diperoleh analisis tentang kondisi hutan, dan kontur medan. Data yang ada kemudian diolah kembali untuk tahap perencanaan, sehingga dapat ditentukan sasaran yang tepat untuk dilaksanakan aeroseeding, sehingga kegiatan dapat berlangsung secara aman dan efisien.

Menurut Tachrir, dari hasil ujicoba, aeroseeding bisa dikategorikan berhasil karena jumlah pohon yang tumbuh mendekati jumlah pohon minimal dalam sebuah tutupan hutan. “Dari pengukuran pada plot pengujian, benih yang tumbuh mendekati 1.000 pohon/ha. Meski demikian, ujicoba lanjutan tetap perlu dilakukan, yang akan memanfaatkan dana sebesar Rp100 miliar yang disediakan pemerintah,” katanya. Metode aeroseeding diteruskan di lima provinsi, yaitu Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan tiga provinsi di Jawa dengan target luasan 150.000-200.000 ha. Untuk benihnya akan disesuaikan dengan kecocokan lokasi. “Untuk Samosir Sumataera Utara, kami akan sebar benih kaliandra, pinus, lamtoro dan benih lain yang sesuai,” kata Tachrir. Nantinya, aeroseeding akan dikombinasikan dengan teknik hydroseeding. Pada teknologi hydroseeding, benih disebar dengan memanfaatkan cairan yang disemprotkan. Selain benih, cairan hydroseeding juga dilengkapi dengan zat perekat, pupuk dan hormon pertumbuhan. Gunanya sebagai bekal nutrisi bagi benih yang disebar untuk bisa tumbuh. “Kombinasi antara aeroseeding dan hydroseeding akan tergantung lokasi,” kata Tachrir.

Terkait besaran dana sebesar Rp100 miliar, Dephut sendiri mengaku anggaran tersebut terhitung lebih murah. Alasannya, aeroseeding dirancang untuk merehabilitasi kawasan yang sulit dijangkau, misalnya gunung atau bukit pada ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut. Menurut Tachrir, ketimbang memobilisasi pekerja untuk melakukan ‘tangan seeding’ alias penanaman bibit menggunakan tangan, maka penggunaan teknologi aeroseeding pada remote area lebih efisien. “Biaya untuk memobilisasi pekerja dan bibit pada area yang sulit dijangkau akan lebih mahal dibandingkan dengan pemanfaatan aeroseeding,” katanya.
Sementara Menhut Kaban mengakui, sebagai sebuah teknologi baru, belum banyak orang yang paham dengan aeroseeding. Untuk itu, dia mengundang berbagai pihak untuk menyaksikan sendiri keberhasilan metode aeroseeding yang sudah dilakukan — termasuk bagi para penegak hukum. Hal itu, kata Kaban, agar para penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan tidak menilai kegiatan aeroseeding sebagai sebuah kegiatan korupsi.


AEROSEEDING MENGGUNAKAN PESAWAT C-212 CASA TNI AU

Dihadapkan pada permasalahan di atas, TNI dengan fasilitas dan personel terlatih yang dimiliki juga mempunyai tanggung jawab untuk membantu pemerintah dalam rangka mengembalikan fungsi hutan di Indonesia dengan ikut menyukseskan program “Gerakan Sejuta Pohon”, karena disamping memiliki tugas Operasi Militer untuk Perang TNI juga mempunyai tugas melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (Military Operation Other Than War (MOTW)).
Skadron Udara 4 adalah skadron operasi dibawah Wing 2 Lanud Abdulrachman Saleh dengan alutsista pesawat C-212 Casa seri 200. Pesawat C-212 Casa adalah pesawat angkut ringan dengan kemampuan bermanouver (manouverable) yang cukup lincah sehingga cocok sekali untuk melakukan kegiatan penebaran benih tanaman melalui udara (aeroseeding) yang dilaksanakan didaerah pegunungan. Aeroseeding dengan menggunakan pesawat jenis ini dapat dilaksanakan di mana saja tanpa harus menggeser sarana pendukung mendekat ke titik sasaran. Khusus untuk medan yang sulit terjangkau oleh manusia, aeroseeding mempunyai efisiensi dan efektivitas yang tinggi dalam hal waktu, tenaga dan keselamatan manusia.
Tahap Observasi adalah tahap paling awal dilaksanakan oleh tim, kegiatannya adalah melaksanakan survey udara dan pengambilan data berupa foto udara vertikal dan video streaming terhadap wilayah yang akan dilaksanakan aeroseeding dengan menggunakan Kamera SRS Retina 2000. Berdasarkan data foto udara vertical dan video streaming dapat diperoleh informasi tentang kondisi hutan, dan kontur medan.
Dari data yang diperoleh dalam tahap observasi dapat dilaksanakan perencanaan untuk menentukan sasaran (spot) yang tepat untuk dilaksanakan aeroseeding, sehingga diharapkan kegiatan dapat berlangsung secara aman, effisien dan tepat sasaran.
Teknik aeroseeding pertama kali dilaksanakan pada tahun 2006 di wilayah Pegunungan Kabupaten Ngawi. Hasil monitoring sampai dengan tahun 2008 benih yang telah disebar sudah mencapai ketinggian 1,5 - 2,5 meter dengan tingkat prosentase keberhasilan mencapai ± 50% - 60%.
Melihat keberhasilan teknik aeroseeding tahun 2006 maka kegiatan serupa dilaksanakan kembali di Pegunungan Wilis pada bulan Nopember - Desember 2008 bertepatan pada saat musim penghujan di wilayah tersebut. Aeroseeding dilaksanakan di sisi utara Pegunungan Wilis pada koordinat S 07º 46,546' E 111º 45,936' ketinggian 1300 mDpl slope 45% - 60% dengan luas area ± 1000 ha.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam proses aeroseeding adalah :

1. Tahap Observasi
Tahap Observasi adalah tahap paling awal yang dilaksanakan oleh tim. Kegiatannya adalah melaksanakan survey udara dan pengambilan data berupa foto udara vertikal dan video streaming terhadap wilayah yang akan dilaksanakan aeroseeding. Berdasarkan data foto udara vertical dan video streaming dapat diperoleh informasi tentang kondisi hutan, dan kontur medan.


2. Tahap Perencanaan
Dari data yang diperoleh dalam tahap observasi dapat dilaksanakan perencanaan untuk menentukan sasaran (spot) yang tepat untuk dilaksanakan aeroseeding, sehingga diharapkan kegiatan dapat berlangsung secara aman, effisien dan tepat sasaran.

3. Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan aeroseeding adalah kerjasama antara crew pesawat dan Tim Perencana. Tim Perencana akan mengarahkan pesawat menuju sasaran yang telah ditentukan, sedangkan crew pesawat akan menerbangkan pesawat dan melaksanakan manouver aeroseeding di sasaran, dengan demikian keamanan (safety) dan effisiensi dapat diraih.

HASIL PELAKSANAAN AEROSEEDING TAHUN 2006

Teknik aeroseeding pertama kali dilaksanakan pada tahun 2006 di wilayah Pegunungan Kabupaten Ngawi. Hasil monitoring sampai dengan tahun 2008 benih yang telah disebar sudah mencapai ketinggian 1,5 – 2,5 meter dengan tingkat prosentase keberhasilan mencapai ± 50% - 60%.

Pelaksanaan aeroseeding di Pegunungan Wilis tahun 2008

Melihat keberhasilan teknik aeroseeding tahun 2006 maka kegiatan serupa dilaksanakan kembali di Pegunungan Wilis pada bulan Nopember – Desember 2008 bertepatan pada saat musim penghujan di wilayah tersebut. Aeroseeding dilaksanakan di sisi utara Pegunungan Wilis pada koordinat S 07º 46,546’ E 111º 45,936’ ketinggian 1300 mDpl slope 45% - 60% dengan luas area ± 1000 ha.


Dalam kegiatan ini digunakan jam terbang sebanyak 5 jam terbang dan telah ditebarkan benih seberat 5 ton dengan perincian sebagai berikut :

1. Benih Trembesi 4 ton.
Per kilogram benih berisi 17.000 butir, maka dalam 4 ton terdapat 68.000.000 butir. Dengan tingkat keberhasilan ±50%, diperkirakan pohon yang akan tumbuh sebanyak 34.000.000 pohon.

2. Benih Sengon Buto 1 ton.
Per kilogram benih berisi 1.200 butir, maka dalam 1 ton terdapat 1.200.000 butir. Dengan tingkat keberhasilan ±60%, diperkirakan pohon yang akan tumbuh sebanyak 720.000 pohon.

Dari perhitungan data diatas dengan menggunakan jam terbang pesawat C-212 Casa sebanyak 5 jam TNI Angkatan Udara telah ikut menyukseskan gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis dengan menanam 34.720.000 pohon.


Keuntungan Strategis Aero Seeding dengan Pesawat C-212 Casa:
1. Kecepatan
Pesawat C-212 Casa dengan kemampuan angkut 1500 kg / flight dan kecepatan ± 300 km/jam akan dapat menyelesaikan pekerjaan aeroseeding lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan sarana yang lainnya.


2. Jarak Jangkau
Dengan endurance ± 4 jam diudara dan radius of action ± 1200 km, maka aeroseeding dengan menggunakan pesawat C-212 Casa dapat dilaksanakan dimana saja tanpa harus menggeser sarana pendukung munuju titik pendekat ke sasaran, sehingga effisiensi transportasi dapat diminimalis.

3. Segala Medan
Dengan manouverable yang bagus pesawat C-212 Casa dapat melaksanakan aeroseeding di tempat-tempat dengan medan yang berat dan medan yang tidak terjangkau sekalipun.


4. Effisiensi Waktu, Effisiensi Tenaga dan Keselamatan Manusia
Dari beberapa keuntungan strategis di atas maka aeroseeding dipastikan dapat memberikan effisiensi yang tinggi terutama pada waktu, tenaga dan keselamatan manusia. Hal ini dapat dipahami apabila kegiatan penyemaian benih (seeding) ditempat yang tidak terjangkau oleh manusia harus dipaksakan dikerjakan oleh tenaga manusia, disamping butuh waktu yang lama dan tenaga kerja yang ekstra belum tentu menjamin keselamatan pekerja dari cuaca buruk, penyakit dan serangan binatang buas.

0 komentar: