Judul : Politik Luar Negeri Indonesia Antara Idealisme Dan Praktek
Pengarang : Teuku Rajasyah
Penerbit : Humaniora, 2008

BAGIAN PERTAMA : BERCERMIN DARI SINGAPURA

Potret Singapura - Sebuah Perbandingan
1. Banyak sekali kritik yang mengemuka atas politik luar negeri Republik Indonesia dewasa ini. Pada umumnya mengidealkan sebuah model yang dikembangkan masa Pemerintahan Presiden Soeharto yang sentralistis dimana semua kebijakan luar negeri benar-benar terencana yang diawaki oleh oleh personel berkualitas dan berintegrasi tinggi sehingga mampu mengambil manfaat dari berbagai perkembangan yang terjadi dalam struktur global.
2. Sebaliknya mereka yang idealis mengambil contoh kebijakan yang dibuat pada masa awal kepemimpinan Presiden Soekarno. Saat itu Presiden Soekarno tidak menghiraukan konteks sengketa Timur – Barat . Ia justru berhasil memunculkan sebuah jalan alternatif yakni kepemimpinan dalam dunia ketiga.

Mengapa Harus Singapura ?
3. Singapura adalah negara dengan kepercayaan (self confidence) yang tinggi . Mereka terus belajar dari krisis masa lalu. Sepanjang kepemimpinan Lee Kuan Yew ( 1959-1990) , pemerintahan Singapura berjalan diatas prinsip-prinsip “demokrasi otoriter”. Konsep kepemimpinan“demokrasi otoriter” ini dinilai sebagai pemerintahan yang profesional dalam bekerja. Ia dipimpim oleh seorang Perdana Menteri yang sangat kharismatis. Prinsip leadershipnya sangat sanggup mengelola negaranya secara modern, model pembangunan yang khas ini mampu menyejahterakan rakyatnya. Kemampuan menyejahterakan rakyatnya ini bertolak ukur dari keberhasilan ekonomi yang tidak terbantahkan bahkan dengan standard negara maju sekalipun.

Sudah dimanakah Singapura?
4. Di bidang politik. Hingga tahun 2000, reputasi Singapura dibuktikan oleh kecakapan dan kemampuannya melakukan hubungan diplomatik dengan 158 negara. Singapura juga mampu menangani diplomasi multilateral dengan ASEAN, APEC, Asean Regional Forum (ARF) , Asia-Europe Meeting (ASEM).

5. Di bidang pertahanan. Secara konsisten , Singapura mengikuti model pertahanan Israel. Dengan hanya berawakan 50.000 tentara profesional , namun didukung oleh 250.000 penduduk yang terlatih. Setiap warga yang berusia 18 tahun keatas diwajibkan mengikuti wajib militer selama 24-30 bulan. Singapura memiliki akses pelatihan militer di Afrika Selatan, Amerika Serikatt, Australia, Brunei, New Zealand, Perancis, Taiwan dan Thailand.

6. Di bidang Sumber daya manusia. Masyakat Singapura mempunyai jiwa ekonomi yang sangat kuat.Jiwa ekonominya ini disertai kemampuan matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam berstandar internasional. Kemampuan ini menjadikan Singapura negara yang terkemuka dibidang jasa perhubungan, terutama yang berhubungan dengan transportasi laut dan udara.

7. Di bidang politik luar negeri, Singapura mempraktekkan sebuah model yang sangat khas. Yang terletak pada ciri-ciri berikut.
a. Pragmatis dengan menghargai perkembangan apapun seperti apa adanya, dan terbebas dari ideologi atau dogma manapun.
b. Waspada terhadap perubahan apapun ditingkat dunia , seperti perubahan struktur politik dan ekonomi global.
c. Perencaan kedepan dilakukan melalui berbagai pengkajian skenario masa depan sehingga memaksa Singapura bertahan dalam situasi terburuk sekalipun.
d. Kemampuan meminjam kekuatan lawan, seperti mengangkat konsul kehormatan diwilayah-wilayah yang belum ada kedutaan Singapura serta duta besar keliling yang tidak tinggal di Singapura.

8. Dibidang Pemerintahan, Singapura memiliki tata pemerintahan yang sangat baik. Hal ini dibuktikan oleh eksistensi unsur-unsur :
a. Kepemimpinan yang sangat berkompeten dan berani.
b. Kaderisasi yang dilakukan secara terus-menerus.
c. Sinergi antara pemerintah , buruh dan manajemen.
d. Kecenderungan mengambil keputusan secara konsensus dengan melibatkan masyarakat luas.

9. Jelas terlihat bahwa pemimpin puncak Singapura masa itu, dan juga kini, tidak hanya mampu menanggulangi krisis . Mereka juga memiliki visi dan strategi jangka panjang yang terencana. Pada tataran implementasinya ada kekompakan yang dilaksanakan oleh semua aktor didalam negeri sehingga menjadikan negara ini terpuji dihadapan negara lainnya.

Mengapa kita belum seperti Singapura?
10. Untuk konteks Indonesia , idealnya kita memiliki kooordinasi diantara aktor-aktor nasionalnya seperti di tingkat pusat dan daerah , masyarakat luas, dunia usaha, kalangan militer, serta legislatif. Namun kekuatan-kekutan nasional bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi. Beberapa aspek berikut merupakan perkembangan jangka panjang yang berhasil ditemukan hingga tahun 2007. Hal mendasar yang sering menjadi kendala adalah masalah politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan, serta ideologi.

a. Konteks Ekonomi
1). Sektor industri.Pemerintah sulit sekali melawan para pemilik modal, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Ini terjadi karena para pemodal mengunggulkan teknologi maju dan menuntut ketersediaan lahan yang merusak tata ruang dan wilayah .

2). Perpindahan penduduk dalam jumlah besar kedaerah perkotaan dan pusat industri telah memperburuk potensi ekonomi di pedesaan, pesisir dan pegunungan. Lemahnya daya saing pendatang baru menimbulkan kerawanan baru di perkotaan.

3). Masyarakat tidak memliki daya saing ekonomi, menyebabkan serbuan dan semakin banyaknya produk impor dengan biaya murah sehingga melumpuhkan usaha mikro kecil dan menengah di dalam negeri.

4) Meningkatnya persaingan antara kelompok bermodal kuat dan kelompok bermodal lemah persaingan ini terjadi untuk memperoleh akses kredit dan fasilitas ekonomi.

5) Pemerintah semakin tidak mampu mendanai proyek pembangunan berbasis kerakyatan seperti pembangunan rumah rakyat khusunya bagi PNS dan anggota TNI dan Polri di tingkat perwira pertama.

b. Konteks Politik.
1) Pesatnya arus reformasi dibidang politik mengubah perimbangan dalam pemerintahan dari yang sebelumnya lebih berat atau lebih berpihak pada peran eksekutif menjadi lebih berat pada bidang legislatif sehingga berdampak pemerintah mengalami kesulitan menghadapi yang sangat parah kketika harus menciptakan kebijakan publik yang berjangka panjang.

2) Terus berlangsungnya kampanye pemilihan kepala daerah yang berlanjut dengan sengketa hasil-hasil pilkada telah melahirkan berbagai kerawanan dibidang keamanan tidak hanya di daerah pemilihan tetapi juga di daerah sekitarnya.

3) Pemerintah pusat dan daerah belum mampu sepenuhnya menjalankan program yang dijanjikan saat kampanya seperti meyediakan sarana dan prasarana umum, melindungi hak-hak minoritas , meniadakan ekonomi biaya tinggi, serta menyiapkan birokrasi yang berdaya saing.

c. Konteks Sosial Budaya
1) Rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat pendidikan yang kurang berdaya saing sehingga mengurangi nilai tawar tenaga kerja Indonesia didalam negeri. Dunia usaha sudah biasa mengandalkan tenaga asing dalam bidang komputerisasi .

2) Semakin luasnya budaya instan dalam masyarakat misalnya lebih menhargai hasil dari pada proses atau tahapan telah menimbulkan budaya melakukan tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

3) Lemahnya koordinasi ditingkat birokrasi mempersulit pemerintah mengidentifikasi tingkat kesejahteraan rakyat dan kesulitan mempublikasikan kberbagai kebijakan politik. Contah penyaluran bantuan langsung tunai, penyaluran beras, penyelenggaraan program kesehatan yang murah, . Faktanya kebijakan ini justru dinikmati oleh segelintir orang yang tidak berhak.

d. Konteks Pertahanan dan Keamanan
1) Pemisahan Polri dari TNI masih menimbulkan berbagai konsekuensi. Dilevel pimpinan tidak ada masalah tapi terbatasnya pemahaman anbggota TNI dan Polri pada satuan-satuan kecil atas tugas dan wewenangnya telah melahirkan berbagai tafsir yang seringkali meresahkan masyarakat dan menyebabkan terjadinya konflik TNI dan Polri dibeberapa daerah.

2) Pemerintah masih kesulitan menggulangi berbagai aksi transnational crime yang melibutkan berbagai aktor dan sumber daya dari berbagai negara.Tansnational Crime yang masih sulit ditanggulangi pemerintah yaitu : terorism, illicit drug trafficking, trafficking in persons, money laundring, arm smuggling, sea piracy, cyber crime dan international economic crime.

e. Konteks Ideologi
1) Saat ini sedang berkembang ideologi asing yang mengutamakan nilai-nilai materialisme dan kebebasan. Ideologi ini tersamar dalam masyarakat melalui berbagai aktivitas ekonomi dan sosial budaya. Lmbat laun ideologi ini akan berpotensi mendangkalkan pemahaman elite pemerintah dan masyarakat atas Pancasila sebagai ideologi negara sebagaimana amanat UUD 1945.

11. Evaluasi dari perspektif diatas dapat disimpulkan bahwa membuat kebijakan politik itu sangatlah sulit hal ini dibenarkan oleh Mantan PM Singapura Lee Kuan Yew dalam kunjungannya di Indonesia pada Juli 2007. Lee Kuan Yew memberikan kesimpulan tidak langsungnya kepada pemerintah Indonesia yaitu :

a. Kebijakan yang di buat pemerintah mudah dipatahkan parlemen.
b. Kepemimpinan nasional belum bekerja konsisten memenuhi janji-janjinya seperti saat berkampanye.
c. Pemimpin belum mampu berkomunikasi secara baik dengan pengikutnya sehingga ide-ide dan pemikiran pemerintah sulit dicerna oleh masyarakat.

12. Kita harus mengakui bahwa kebijakan luar negeri yang komprehensif , berjangkau masa depan dan benar-benar dilakukan secara bertanggung jawab hanya bisa dilakukan oleh negara yang lingkungan politik dalam negerinya stabil.


Bagian kedua : Dampak Sebuah Ketidak Berdayaan Dalam Praktik Politik Luar Negeri

Studi Kasus 1 : Potret Hubungan Bilateral Indonesia dan Singapura
13. Konteks Ekonomi. Dari level ekonomi , banyak kritik yang menilai negara kita sebagai backyard dari sebuah taman indah bernama Singapura, salah satu buktinya adalah dimasukkannya secara eksplisit P.Batam dan Bintan dimasukkan dalam skema Free Trade Agreement antara Singapura dan Amerika Serikat, salah satu klausalnya 40 % komponen lokal dinyatakan sebagai Singapore Origin Singapura padahal produk tersebut diperoleh darai P Batam dan Bintan. Pembukaan kantor Promosi Jambi di Singapura sejak 4 desember2003, melalui Jambi Promotion Office ini meningkatkan hubungan bisnis antara pengusaha Jambi dan Singapura . Masalah Lain adalah proyek reklamasi dibagian Selatan Singapura yang menjorok ke wilayah Indonesia, proyek ini berlangsung hingga 2010 , pasokan pasir laut diperoleh dara kepulauan Riau, akibat permintaan yang tinggi dampak buruk yang timbul dan harus diterima dalah penyelundupan dan kerusakan lingkungan yang sangat parah dan dikhawatirkan akan semakin mengaburkan perbatasan perairan , sekaligus potensi konflik perbatasan di selat Philips dan Selat Malaka. Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau misalnya Pulau Nipah, jika keberadaan pulau-pulau ini hilang maka akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.

14. Konteks Strategis
a. Perkembangan Terkini. Bulan Mei 2007 Indonesia dan Singapura mengadakan Perjanjian kerjasama pertahanan (Defense Cooperation Agreement), perjanjian ini dibuat satu paket dengan Extradition treaty yang digagas oleh pemerintah RI untuk mengejar tersangka tindak korupsi yang lari dari Indonesia ke Singapura. Banyak kritik di dalam negeri dari berbagai kalangan mempertanyakan proses penyusunan, sosialisasi dan isi dari perjanjian tersebut. Satu diantaranya tentang daerah yang menjadi tempat latihan bersama .Protes dan ketidak setujuan tentang penggunaan wilayahnya untuk tempat latihan bersama militer Singapura dan Indonesia yaitu anggota DPRD kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) , Heriandi Sulthon menyatakan telah menemui Komisi I DPR RI pad 17 Juli 2007 bersama perwakilan dari tiap fraksi DPRD-nya.Hal ini dilakukan karena satu dari klausalnya yaitu kawasan Baturaja akan diatur dan ditetakan sebagai satu diantara wilayah area latihan meliter yang akan digunakan oleh Angkatan darat Singapura.Aspek jangka waktu perjanjian selama 25 tahun juga dikhawatirkan merugikan karena dalam jangka waktu lama tersebut tidak terdapat pengawasan atas aktivitas militer Singapura oleh pihak Indonesia di daerah yang diatur dalam perjanjian DCA.

b. Dampak atas hubungan Indonesia dan Singapura. Berdasarkan kajian strategis mengenai hubungan bilateral, baik hubungan perdagangan maupun militer ada dampak lanjutan yang harus diwaspadai antara lain :

1) Terjadi ketegangan intelektual antara elite keamanan dalam kabinet yang melibatkan mereka yang pro dan kontra atas klausal perjanjian DCA.
2) Semakin sulit mendiamkan Singapura memperjelas posisinya di lingkungan dunia. Ini terjadi karena Singapura selalu merasa dirinya terancam oleh Indonesia secara militer.
3) Munculnya kesulitan menciptakan kesamaan posisi dalam ASEAN sehingga akan semakin mempersulit kohesi ASEAN secara keseluruhan.
4) Dalam konteks internasional , jelas sekali bahwa image indonesia akan dianggap berpotensi menjadi negara yang tidak mampu menjalankan kesepakatan yang dicapai dalam sebuah perjanjian kerjasama yang dilakukannya.
5) Terlibatnya konfigurasi elite baru di dalam negeri untuk melanjutkan perjanjian yang terlanjur disepakatinya. Keterlibatan ini merupakan keharusan bagi mereka untuk mengkaji ulang semua aspek yang diperlukan, baik dari segi jangka maupun perancangan berbagai skenario alternatif yang tidak atau belum terpikirkan pada periode sebelumnya.

Studi Kasus 2 : Hubungan Ekonomi Indonesia dan Afrika.
15. Hubungan antara Indonesia dan negara-negara Afrika sudah berlangsung cukup lama. Satu diantara faktor pendukungnya yaitu penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika 1955. Konferensi yang fenomenal inilah yang merupakan pendukung utama terkenalnya indonesia di negara-negara Afrika. Hubungan ini berlanjut dalam hubungan perdagangan yaitu import Indonesia dari Afrika berupa minyak mesin,alumunium, tembaga, katun, pulp kimia, tembakau dan asam organik. Namun ekspor Indonesia tidak atau belum bisa optimal dengan beberapa alasan antara lain :

a. Kamar Dagang dan Industri terkesan inferior. Tidak sedikit pengusaha Indonesia yang tidak percaya diri karena menghindari persaingan dagang secara langsung dengan RRC dan India.
b. Jalur bisnis Asia Afrika selama ini belum tergarap dengan baik oleh pengusaha Indonesia dan mitra dagang mereka.
c. Indonesia belum mampu membidik pasar menengah karena pasar menengah ke bawah dikuasai oleh Cina dan India.

16. Berpijak pada pengalaman yang ada , terlihat adanya empat hambatan yang belum sepenuhnya dikenali oleh pejabat struktural, baik Kadin maupun birokrat sendiri sebagai pengambil kebijaksanaan kebijakan .
a. Perlunya membuat Indonesia Incorporrated yang beranggotakan pejabat pemerintah,dan para pelaku dunia usaha yang mengembangkan eksport.
b. Kita juga belum bisa berhasil belajar dari Korea Selatan yang terbukti sukses menggalang ekspor ke seluruh dunia. Kesuksesan ini dilaksanakan melalui tiga strategi:
1) Memperlakukan karyawan yang yang berkualitas dengan sangat baik dan apresiasif.
2) Memajukan riset dan pengembangan serta penggunaan teknologi mutakhir.
3) Mengusahakan dukungan dari pemerintah.
4) bekerja sama dengan serikat pekerja.
5) Memaksimalkan potensi manajer yang berkualitas secara profesional.
6) Memberdayakan pimpinan agar mampu dan mau membaca pergerakan Industri.
7) Dunia Usaha agar terus didorong untuk membuat produk baru yang inovatif dan kompetitif.
8) Memberdayakan budaya wira usaha
9) Melakukan diversifikasi bisnis dengan perencanaan strategis.
10) Terus kreatif dan proaktif mengembangkan pasar dunia.
c. Kita belum optimal dalam memfasilitasi pameran produk Indonesia di luar negeri.

Studi Kasus 3 : Setahun Perjanjian Lombok.
17. Perjanjian Lombok yang disepakati antara Indonesia dan Australia pada 13 November 2006 di Mataram, harus diakui sebagai sebuah prestasi tersendiri. Dengan cakupan lahan yang sangat luas, traktat perjanjian itu diharapkan akan banyak memberi manfaat langsung bagi rakyat kedua negara. Kendati demikian, ada tiga hal penting yang harus ditinjau ulang agar posisi negara kita tidak dirugikan, yaitu :

a. Kajian atas ada-tidaknya kesetaraan antara kedua aktor agar kelak tidak menimbulkan masalah baru.
b. Tinjauan khusus atas pasal 3 yang memuat rincian kerjasama, berikut peluang integrasi kepentingan nasional kita dalam kerangka yang disepakati.
c. Ajuan pemikiran pada pemerintah Republik Indonesia agar mengubah kostruksi berpikirnya atas Australia, yang diharapkan bisa membentuk kritik diri dan pembelajaran bagi pembuatan dokumen sejenis dengan negara manapun.

18. Pada halaman pertama dokumen kerjasama tersebut, memang ada kesetaraan pada tataran filosofis, namun kesetaraan yang dimaksud diharapkan juga mencakup kesetaraan di tataran praktis.

19. Australia memiliki angkatan bersenjata yang terintegrasi, terhubung, seimbang dan dapat disebar dengan sangat cepat ke berbagai kawasan di Asia Tenggara dan Pasifik Selatan. Sebaliknya, angkatan negara kita belum mampu melakukan aksi itu. Selanjutnya Australia juga telah mempraktikkan sebuah komando pertahanan perbatasan yang sangat canggih. Hal tersebut diatas benar-benar harus menginspirasi Indonesia untuk maju di segala bidang, namun ada beberapa kendala yang menempatkan kita jauh dari posisi kesetaraan dengan Australia :

a. Sektor penguasaan wilayah. Posisi perairan Indonesia sangat vital dan strategis sebagai laut penghubung antara kawasan Timur Tengah yang kaya minyak dan kawasan Asia Timur yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi. Namun kedaulatan kita di bidang maritim masih dipengaruhi oleh negara lain.

b. Sektor belanja militer. Anggaran pertahanan negara kita yang kerdil bila dibandingkan dengan negara anggota ASEAN menyebabkan kekuatan militer TNI mustahil untuk melakukan pengembangkan di sektor sensing, mobility, fire power serta command, control, computer and inteligence (C4I).

c. Sektor perencanaan kerja sama. Kebiasaan para petinggi negara menggunakan konsepsi yang tidak jelas dan belum terbiasa menjalankan prinsip good governance dalam menangani bantuan luar negeri sering menyulitkan negara pendonor.

20. Kesimpulanya, selama negara kita belum memiliki konsepsi pertahanan yang menyeluruh dan mengikat semua angkatan, kerja sama yang termuat dalam pasal 3 akan sulit terwujud. Berkaitan dengan itu, berikut beberapa catatan kritis di berbagai sektor yang perlu di cermati.

a. Kerja sama pertahanan. Negara kita perlu melakukan pengkajian interdisipliner atas berbagai kawasan di bidang pertahanan, selayaknya yang dilakukan oleh Australia. Beberapa peluang untuk peningkatan kemampuan kelembagaan dapat dioptimalkan dengan meningkatkan kualitas pendidikan, kualitas operasional dan kualitas lulusan. Sehingga peluang kerja sama di bidang teknologi pertahanan dan alih teknologi dapat dimanfaatkan secara cerdas dan cermat. Untuk itu, kita hendaknya segera memetakan riset-riset strategis yang dilakukan oleh Balitbang Dephan RI dengan melibatkan lembaga strategis di dalam negeri seperti PT PAL, PT LEN, PT INTI, BPPT, Puspitek dan kampus-kampus yang hirau akan industri strategis bangsa.

b. Kerja sama penegakkan hukum. Sebelum merancang sebuah kerja sama penegakan hukum dengan Australia, terlebih dahulu TNI dan Polri hendaknya mengembangkan budaya kerja sama yang optimal. Baik dalam menjawab kendala keamanan di wilayah perbatasan maupun berbagai operasi gabungan di dalam negeri secara terstruktur. Tanpa itu semua, kita hanya akan menerima jasa pelatihan dan konsultasi yang berbasis teknologi tinggi dan serba mahal. Padahal, pelatihan itu belum tentu cocok untuk dipraktekkan oleh TNI dan Polri di dalam negeri.

c. Kerja sama melawan terorisme. Untuk membasmi terorisme, pertama-tama harus di pahami bahwa terorisme tidak berhubungan dengan agama manapun. Kemudian menyiapkan langkah-langkah pembalasan secara cepat, praktis dan efektif atas sebuah aksi terorisme. Perkuatan kerja sama pembangunan kemampuan di bidang penegakan hukum dan keamanan nasional, serta membuka peluang untuk menanggulangi aksi terorisme melalui berbagai tindakan yang cepat dan efektif.

d. Kerjasama intelijen. Langkah terdekat yang untuk menggalang kerjasama intelijen dengan Australia adalah melakukan program aksi terukur, seperti meningkatkan kualitas kurikulum intelijen di berbagai tingkatan manajemen di lingkungan sipil, TNI dan Polri. Kita bisa melaksanakan pengiriman instruktur dan penguatan intelijen agar mendekati standar negara maju. Dengan demikian Australia tidak terlalu mencampuri sistem manajemen intelijen yang berlaku di Indonesia.

e. Keamanan maritim. Sebelum meningkatkan kerja sama di bidang keamanan maritim, ada baiknya terlebih dulu diadakan penyederhanaan pengelolaan laut agar ditangani oleh satu instansi sipil yang namanya akan ditentukan kemudian dan satu instansi militer, yaitu TNI-AL. Hal ini untuk mengurangi kerancuan dalam kewenangan di laut antara lembaga-lembaga yang sekarang ada.

f. Keselamatan dan keamanan penerbangan sipil. Satu hal yang menonjol dari Australia di bidang ini adalah pengalaman dari pengoperasian sistem “jindalee” (radar over the horizon) yang dapat memonitor penerbangan sipil dan militer di seluruh wilayah Asia Tenggara. Peluang bagi kita adalah pelatihan integrasi radar sipil dan militer termasuk sebuah alih teknologi dan pengalaman. Dengan harapan suatu saat kita akan keluar terbebas dari cengkeraman Flight Information Region (FIR) yang selama ini dikendalikan oleh Singapura.

g. Penyebaran senjata pemusnah massal. Pada dasarnya kita bersepakat untuk tidak membangun, menghasilkan, memperoleh, menyimpan atau menggunakan senjata nuklir atau senjata pemusnah massal lainya. Adapun peluang kerja sama yang sangat besar adalah dalam pembangunan PLTN, termasuk alih teknologi Nuklir bagi kepentingan damai. Sehingga diharapkan PLTN yang dibangun benar-benar memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Internastional Atomic Energy Association (IAEA).

h. Kerja sama darurat, mencakup penanggulangan bencana alam dan berbagai hal yang sifatnya darurat. Yang perlu mendapat perhatian khusus adalah menghindari terjadinya intervensi atas nama bantuan yang mungkin dijadikan pembenaran bagi Australia untuk pada masa tertentu. Salah satu ajuan dari kita adalah pihak Australia diminta untuk turut serta melakukan survei spasial untuk pendataan ulang landasan kontinen atau batas wilayah lainya pasca terjadinya bencana alam.

i. Kerja sama dengan organisasi internasional tentang isu keamanan regional. Di dalamnya meliputi konsultasi dan kerja sama atas masalah-masalah yang merupakan hirauan bersama. Namun jika ayat-ayat yang tercantum di dalamnya mengarah pada tataran high politics, kita harus segera mengkritiknya untuk diubah. Nilai positif dari ayat ini adalah kita dapat menjadikan Australia sebagai pintu masuk untuk mengetahui kekompakan negara-negara maju dalam isu-isu global tertentu.

j. Pemahaman tingkat masyarakat dan kerja sama antar penduduk. Klausal-ayat yang ada di dalam perjanjian ini dirancang untuk membangun kontak dan interaksi di kalangan lembaga dan masyarakat masing-masing. Harapanya adalah untuk meningkatkan sikap saling pengertian di bidang keamanan sehingga mampu memahami tantangan yang dihadapi dan menyikapi tantangan itu.

Berdasarkan telaah menyeluruh atas isi pasal 3 dari perjanjian ini, terbukti bahwa kita memiliki pekerjaan besar. Pekerjaan besar itu tidak saja terkait dengan keharusan mengisi ruang kerja sama yang tersedia, tetapi lebih mendalam lagi, kita harus mampu membenahi sistem keamanan nasional yang berlaku saat ini.

Studi Kasus-4 : Perang Generasi IV (Fourth Generation Warfare).
21. Perang, berdasarkan generasinya, bisa dikategorikan ke dalam beberapa generasi. Perang generasi pertama didominasi oleh penggunaan manusia dalam jumlah besar. Perang seperti ini seperti yang pernah dilakukan oleh Napoleon Bonaparte hingga ia berhasil menguasai seluruh daratan Eropa saat itu.

22. Perang generasi kedua menggunakan pola yang serupa namun lebih dinamis, bergerak dan berhasil memanfaatkan tembakan lurus dan tidak langsung. Pola pasukan juga tidak terkumpul di sebuah pasukan sehingga setiap personel bisa bergerak leluasa dan bebas. Pola ini dipakai hingga Perang Dunia I berakhir.

23. Perang generasi ketiga lebih terbentuk mengandalkan pada taktik infiltrasi. Cara ini digunakan untuk membelah pasukan musuh menjadi dua kelompok dan menjatuhkan mental kekuatan pertempuran lawan. Setelah pasukan musuh terpecah sedemikian rupa, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah bertahan sedalam mungkin. Perang generasi ini banyak digunakan mulai Perang Dunia II hingga 1980an.

24. Perang generasi keempat memiliki ciri khas pengaburan antara perang dan politik, militer dan sipil, perdamaian dan konflik, medan pertempuran dan keselamatan. Perang ini berkhas pada adanya upaya serius untuk menggunakan jaringan, dan menyerang pembuat kebijakan sehingga menghasilkan kerusakan terbesar di bidang ekonomi dan militer.

Indonesia dan Perang Generasi Keempat.
25. Disadari atau tidak, perang generasi keempat telah lama dihadapi oleh pemerintah, bangsa dan masyarakat Indonesia. Di antaranya adalah masalah yang sangat merusak ketahanan nasional, antara lain, penggalian pasir di wilayah Indonesia yang berbatasan dengan Singapura. Demikian pula praktek pembakaran hutan di Kalimantan, termasuk pembalakan liar yang terbukti mengubah patok-patok perbatasan.

26. Adapun isu terbaru adalah pencitraan buruk dari kalangan luar atas negara kita yang dikenal sebagai sarang teroris juga termasuk ke dalam strategi Perang Generasi Keempat. Dengan pencitraan negatif ini, setiap lalu lintas penduduk WNI yang ke luar negeri, apapun tujuanya, harus diwaspadai. Ditambah pula dengan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang disusupi untuk menentang berbagai kasus yang berkaitan dengan HAM. Hal ini juga patut diduga sebagai bagian dari strategi Perang Generasi Keempat.

27. Untuk menghadapi strategi perang yang dibangun oleh generasi keempat itu hendaknya tidak hanya dilakukan dalam konteks pemerintah, tetapi juga dilakukan untuk menyenangkan para stakeholders di Indonesia. Krisis moneter yang terjadi pada 1997, merupakan bukti nyata bahwa tanpa sistem informasi yang terukur, kita tidak akan mampu mengatasi gejolak ekonomi yang labil. Dampak nyata lainya adalah berkurangnya kepercayaan investor atas bangsa Indonesia.

Ajuan Kebijakan Strategis bagi Indonesia.
28. Berdasarkan uraian tersebut, ada sejumlah kebijakan dan strategi yang harus diambil, dengan tujuan untuk mempertahankan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan yang hendaknya diambil oleh pemerintah Indonesia adalah dengan menyatakan bahwa Perang Generasi Keempat merupakan ancaman nasional. Pernyataan ini kemudian didukung dengan penjabaran berbagai kebijakan nasional agar pemerintah benar-benar memahami konsepsi strategi yang dibangun oleh Perang Generasi Keempat secara utuh.

29. Untuk tingkat strategis, pemerintah Indonesia dapat meningkatkan semangat kebangsaan dan ketahanan dalam masyarakat. Dengan jalan memasukan materi-materi tentang kebangsaan dalam berbagai institusi pendidikan formal dan nonformal. Selanjutnya pemerintah menghidupkan dan memberdayakan lembaga karang taruna sebagai organisasi kepemudaan sehingga bisa memiliki semangat kebangsaan di dalam organisasi demi terciptanya kepekaan atas berbagai masalah strategis pada tataran global, namun berkembang pada tataran nasional.


Bagian Ketiga : Dari Teoritis Hingga Praktis

Ajuan Politik Luar Negeri yang Komprehensif Untuk Indonesia.
30. Pembentukan sebuah politik luar negeri yang komprehensif tetapi juga khas Indonesia membutuhkan metode riset yang tepat guna dan terukur. Termasuk senantiasa di konsultasikan dengan seluruh masyarakat Indonesia agar benar-benar mencerminkan kekhasan Indonesia. Politik luar negeri tersebut tidaklah elitis, melainkan harus mengakar dan membumi di wilayah Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan menyikapi segala perbedaan secara objektif, maka terbuka peluang bagi segala kemungkinan kompromi yang tidak mengecewakan pihak manapun sehingga agenda reformasi betul-betul terlaksana.

31. Landasan Hukum. Sebuah kebijakan membutuhkan pemahaman yang sangat spesifik, mulai dari konsepsi pada tataran mikro hingga tataran makro. Berikut serangkaian konsep kebijakan yang harus dikembangkan oleh Indonesia.

a. Politik luar negeri yang komprehensif hendaknya tidak berbenturan dengan undang-undang yang sudah ada.
b. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi dengan membangun sinergi melalui perumusan peraturan pelaksanaan tanpa harus membuat undang-undang baru.
c. Hingga saat ini, kita masih memiliki tujuh belas Program Legislasi Nasional 2004-2009 yang belum terwujud. Dalam kaitanya dengan masalah keamanan nasional, sebagian besar rancangan tersebut kurang mendapat perhatian luas.

32. Landasan Kebijakan. Untuk menerjemahkan konsepsi politik luar negeri yang komprehensif ke dalam bentuk undang-undang tidaklah mudah, apalagi dengan kondisi Indonesia saat ini yang atmosfir ego-sektoralnya sangat tinggi. Yang diperlukan saat ini adalah sikap saling memahami semua rancangan undang-undang melalui tiga kepaduan : konstruktif; kewenangan; dan pengorganisasian. Perihal konstruksi, saat ini negara kita telah memiliki Kementrian Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenpolhukam), namun posisinya tidak belum bisa disamakan dengan layaknya Dewan Keamanan Nasional di Amerika. Lembaga ini tidak mempunyai wewenang operasional untuk mengatur aktor-aktor politik dan keamanan lainya yang berkepentingan dengan terbentuknya sebuah politik luar negeri yang komprehensif. Perihal kewenangan, kita hendaknya memahami bahwa kewenangan yang tumpang tindih akan memunculkan berbagai masalah yang berkepanjangan. Sebagai contoh dalam menghadapi separatisme di dalam negeri, kita masih memperdebatkan batasan keterlibatan TNI dan Polri. Demikian pula tentang derajat kerja sama yang terjalin antara keduanya di lapangan. Perihal pengorganisasian, para birokrat kita saat ini terbiasa dengan pemikiran pembagian lahan. Sebaliknya di negara-negara lain telah melangkah dengan konsep inter-agency atau antar lembaga. Sikap tegas pemerintah adalah suatu keharusan, agar pengamanan atas kepentingan nasional bisa dilaksanakan secara terpadu.

33. Landasan Riset Kebijakan. Idealnya, rancangan politik luar negeri komprehensif yang akan dibangun harus mencakup definisi keamanan bagi Indonesia sebagai Archipelagic State, yang mampu menjangkau spektrum paling bawah hingga spektrum paling tinggi. Disamping mampu menyikapi kecenderungan persaingan internasional, juga harus menjangkau aspek-aspek konstruksi, kewenangan dan pengorganisasian.

Siapa dan Melakukan Apa Untuk Indonesia?
34. Munculnya epistemic community (EC) menjadi salah satu alternatif terbaik bagi terciptanya forum yang tepat untuk menjembatani antara dunia keilmuwan di perguruan tinggi dan praktik pembuatan keputusan di Departemen Luar Negeri. EC tersebut dapat dirancang menjadi sumber informasi yang akurat dan saran yang cerdas-aplikatf bagi para akademisi dalam hal pembuatan kebijakan untuk bertukar pikiran. Selanjutnya EC akan bergerak di tingkat nasional dan internasional untuk mengintisarikan kepentingan negara lain atas Indonesia. Hasil akhirnya adalah formulasi kebijakan nasional yang lebih akurat dan bernas. Bentuk kerjasama antara berbagai departemen dan kalangan universitas yang saat ini telah terjalin masih terbatas pada kerangka makro seperti kuliah umum, praktikum, riset kelembagaan dan kegiatan-kegiatan seminar lainya. Dengan pembentukan epistemic community, para ahli international studies diharapkan dapat lebih diberdayakan dan difungsikan sepenuhnya oleh para pembuat kebijakan (decision makers). Di Indonesia, peran EC yang sesungguhnya diharapkan mampu memecahkan perkembangan isu-isu baru, baik yang bersifat high-politics seperti keamanan dan diplomasi; maupun low-politics seperti hubungan ekonomi dan sosial budaya. Namun, berkaitan dengan peran tersebut, ditemukan banyak kendala sebagai berikut.

a. Kita belum memiliki bank data para pakar internasional studies yang berasal dari spesialis Hubungan Internasional, Ekonomi Internasional, Hukum Internasional dan Ekonomi Politik Internasional yang tersebar di perguruan tinggi, lembaga riset dan departemen.
b. Belum terwujudnya sebuah wadah yang padu bagi para pakar internasional studies.
c. Kita belum mampu menggerakkan para spesialis yang telah pensiun dan memiliki keahlian khusus (kompeten) di bidang strategis seperti : lingkungan hidup; hak cipta; dan juga studi wilayah.
d. Kita belum terbiasa melakukan out-sourcing atas bidang-bidang yang tidak sensitif seperti pembuatan country profile, evaluasi tahunan perkembangan negara asing, serta sejarah hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain.
e. Kita belum memiliki data yang memadai atas pencapaian diplomatik masa lalu.

35. Epistemic community yang akan mempertemukan para ilmuwan dengan pelaku kebijakan luar negeri hendaknya dirancang dengan asumsi-asumsi berikut.
a. Meskipun kedudukan keduanya salaing membutuhkan, Departemen Luar Negeri memiliki posisi primus interpares.
b. Forum ini dirancang untuk melakukan penelitian atas krisis yang dihadapi oleh bangsa dan negara.
c. Memperbanyak publikasi bersama dan merancang sinergi antara kurikulum perguruan tinggi dan diplomasi yang dijalanan pemerintah Republik Indonesia.

36. Paradigma yang tepat untuk megahadapi enam masalah pokok dunia saat ini adalah pendekatan realisme, yang sedapatnya digunakan untuk mengkritisi akar permasalahan yang ada dengan memahami segala keterbatasan yang dimiliki Indonesia. Selanjutnya kita bisa menggunakan pendekatan normatif untuk menempatkan posisi ideal yang perlu ditapaki secara rasional oleh kepemimpinan bangsa kita. Berikut ini ajuan ide yang bisa dilakukan secara bersama dalam jangka pendek.
a. Kalangan akademisi segera melakukan tabulasi atas hasil-hasil penelitian tingkat magister dan doktoral dalam menghadapi keenam tema besar tersebut.
b. Memperbanyak penelitian aplikatif dengan menggunakan Deplu sebagai narasumber.
c. Menangani penelitian dasar seperti country profile; analisis tahunan; serta matriks ketergantungan Indonesia atas negara-negara tertentu di dunia.

37. Sedangkan Deplu RI dapat membuat bank data atas keenam masalah besar tersebut melalui pertanyaan riset.
a. Kondisi apakah yang membuat RI bersikap konsisten dan tidak konsisten? Bagaimana menghadapi perilaku negara-negara yang kepentingannya berlainan dengan NKRI?
b. Deplu RI membuat bank data atas para pakar Indonesia di dalam dan luar negeri.
c. Mengelola sebuah Web-CT yang diolah secara terbatas untuk dapat berkomunikasi dengan para pakar yang telah terdata tersebut.

Apabila langkah-langkah praktis tersebut diatas dapat diterapkan oleh epistemic community kita, diharapkan semua disiplin ilmu bisa menyumbangkan pemikiran strategis demi menjadikan bangsa Indonesia lebih maju, beradab dan dihargai oleh masyarakat dunia.


Kpt Pnb Agung Perwira Negara

0 komentar: